
Oleh : SAURMA
INI adalah mimpi, yang bukan tak mungkin terjadi. Mimpi ingin mengajak masyarakat, khususnya di Sumatera Utara (Sumut) untuk mengapresiasi tenunan khas hasil budaya bangsa. Mimpi, datangnya Hari Ulos, tenunan kebanggaan daerah ini.
Betapa tidak? Masyarakat di daerah ini khususnya yang tinggal di Sumut ataupun yang merantau, masih tidak terlepas dari keberadaan Ulos. Kita saksikan sendiri, dalam berbagai kesempatan, Ulos dijadikan sebagai bagian dari acara adat. Juga sebagai cinderamata khas daerah ini. Para pejabat atau tamu pemerintah daerah Sumut yang datang dari wilayah atau negara lain sering diberikan Ulos. Hal ini bermakna, budaya yang ada masih cukup lestari. Tapi sampai kapan?
Kekuatiran akan hilangnya hasil budaya yang dibuat dengan konsep yang cukup kuat dan melihat kondisi para pengrajin Ulos yang perlu bantuan untuk pengembangan, mendesak diwujudkannya Hari Ulos.
MANFAAT
Dengan adanya Hari Ulos, dalam mimpi itu, harapannya masyarakat dapat lebih mengapresiasi tenunan yang juga bisa dikatakan sebagai salah satu ciri dan identitas dari suatu daerah.
Selain itu, tentu saja para pengrajin yang umumnya kaum perempuan itu, akan mendapat tantangan yang lebih dalam menghasilkan warisan tenunan yang lebih variatif tetapi tetap dalam pakemnya.
Hal ini tentu membutuhkan pengembangan wawasan serta kerjasama yang baik dengan berbagai pihak, khususnya kalangan desainer serta pentingnya komitmen yang tinggi dari pemerintah daerah (Pemda).
Sebab, bagaimanapun pemda sangat berperan dalam menerapkan sebuah kebijakan yang pada akhirnya akan memberi peluang bagi lebih berkembangnya tenunan.
MOTIF
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk itu. Apakah dengan melibatkan tenunan pada seragam kantor atau sekolah dan lain sebagainya. Tetapi intinya adalah bagaimana agar tenunan tersebut dikenali dulu, setidaknya oleh masyarakat yang tinggal di daerah ini. Apakah dengan memfokuskan pada motif tertentu dan lain sebagainya. Sebab cukup banyak motif tradisional kita yang dapat dikreasikan dengan lebih modern tapi dengan ciri khas yang tetap terlihat spesifik daerah ini.
Di Sumut kita lihat motif Gorga sudah dikembangkan untuk motif bahan pakaian. Bahkan saat ini Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Sumut Ny Hj Fatimah Habibie Syamsul Aripin juga sudah menyiapkan bahan pakaian dengan motif khas dari delapan (8) etnis di Sumut. Ini merupakan permulaan yang baik untuk lebih mensosialisasikan motif-motif khas daerah-daerah di Sumut.
Dengan memberi image yang tidak pernah dikenali maka masyarakat akan bertanya dan semakin mengenali motif-motif yang merupakan karya budaya yang sudah lama ada di tempat ini.
LESTARI
Jika hal demikian ini dikembangkan di masing-masing daerah, tentu para pengrajin yang selama ini setia melestarikan karya budaya bangsa dengan tetap memproduksi, meski minimalis, akan semakin tertantang untuk mengembangkan dirinya. Apalagi jika ditambah dengan pelatihan-pelatihan khusus terkait.
Seperti yang pernah dilakukan Dekranasda dengan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Sumut lewat Pelatihan Trend Fashion akhir tahun lalu. Semua itu akan memberi warna dan nuansa baru yang akan membuka wawasan para pengrajin dalam membuat kreasi terbaru.
Tetapi untuk apa mereka belajar trend jika memang tidak ada yang akan menampung hasil tenunan tersebut? Karenanya, adalah langkah menarik ketika APPMI dan Dekranasda sepakat menjalin kerjasama lanjutan yang melibatkan pengrajin tenun dan fashion desainer.
MFT
Selanjutnya dilaksanakanlah apa yang dinamakan Medan Fashion Trend (MFT) 2010. Dalam kegiatan tersebut, pengrajin binaan Dekranasda diberi kesempatan memamerkan hasil karya tenunan khas dari daerah masing-masing. Saat ini ada belasan daerah dari 33 Kabupaten/Kota di Sumut yang mempunyai tenunan khas.
Dalam kesempatan tersebut TB Silalahi Center juga ikut berpartisipasi. Beberapa koleksi dari Museum Batak TB Silalahi di Balige yang terkait fashion ditampilkan dalam pameran tersebut. Tidak hanya jenis tenunan, juga perhiasan-perhiasan dari emas dan tembaga yang dulu dipakai orang Batak dulunya.
"Kami memang tengah mempersiapkan sebuah Museum Batak terbesar sehingga kami akan terus aktif mengumpulkan dari masyarakat maupun kolektor di negara lain benda-benda yang dulu dipakai masyarakat Batak untuk koleksi museum tersebut. Termasuk Ulos dan perhiasan-perhiasan jaman dulu," jelas Masrina Silalahi dari TB Silalahi Center.
Jenis perhiasan berupa kalung dan bros dengan motif khas daerah di Sumut yang sebagian merupakan koleksi pribadi Fatimah Habibie juga ditampilan. Bahkan Poppy Darsono langsung membeli bros yang terlihat unik dan menarik itu.
Pengunjung pameran dapat menggali sebanyak-banyaknya informasi mengenai tenunan yang dipajang di lokasi pameran. Serta dapat menyaksikan pengrajin menenun langsung di area pameran. Dan untuk membuatnya lebih menarik, kalangan pelajar dan mahasiswa diundang untuk mengikuti Lomba Karya Tulis dengan tema Bangga dengan Tenun Sumatera Utara.
FASHION
Tidak cukup di situ, MFT’10 yang juga didukung Dinas Pariwisata Sumut menggelar seluruh jenis tenunan khas daerah ini dengan gaya yang atraktif dari para model profesional Jakarta dan Medan.
Setelahnya dilanjutkan dengan tampilan karya kolaborasi dari pengrajin tenunan daerah dan desainer. Tujuannya berusaha memberi warna modern, modis dan rasa nyaman saat tenunan dikenakan pada berbagai kesempatan.
Dengan demikian, diharapkan tenunan khas daerah semakin diminati sebagai bahan pakaian. Dan pada akhirnya ini akan membangkitkan kembali kejayaan tenunan khas Sumut di masa lalu.
Saksikan sendiri bagaimana 14 desainer dari Jakarta, Yogya dan Medan mempertegas keindahan tenunan tradisional dalam sentuhan modern.
Desainer kondang Indonesia Poppy Dharsono dan desainer senior lainnya Taruna K Kusmayadi, Jadin C Djamaluddin, Raisal Raiz dan Sofie mendukung kegiatan ini dengan menampilkan karya apik mereka dengan bahan tenun daerah Sumut.
Selain itu sudah tentu seluruh pengurus dan anggota APPMI Sumut juga tidak ketinggalan. Mulai dari Ketua, Nilawaty Iskandar, Wakil Ketua Hartono Gan serta Anwar Dhani, Corry, Henny Wong, Elina Lai, Dewi Rejeki, Irene Tio dan Mena Bahari.
Dengan memulai MFT di awal tahun ini, seperti mengawali mimpi memasuki dunia nyata. Akankah Hari Ulos akan terwujud? Jawabnya tergantung kita semua. Semoga saja!